Kajian bada maghrib berbahasa jawa di Masjid Hidayatullah, Gresik
Senin, 04 November 2019
Tulis Komentar
Sunnah kanjeng Nabi Muhammad saw
اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُه
Bada maghrib hari Rabu tanggal 30 Oktober 2019, saya melintas di
Jalan Jaksa Agung Suprapto Gresik. Tanpa sengaja mendengar pengajian dari salah
satu masjid dengan ceramah berbahasa jawa. Tertarik untuk mendengar kajian berbahasa
jawa, saya berhenti dan memarkirkan sepeda motor masuk ke halaman masjid.
Masjid Hidayatullah namanya, yang berlokasi di Jalan Jaksa Agung Suprapto Nomor
39, Gresik.
Tiba di masjid sekira 10 menit menjelang masuk waktu isya dan
pengajian masih berlangsung. Alhamdulillah,
lumayan masih sempat mendengar pengajian meskipun hanya 10 menit.
Awalnya mendengar pengajian dengan duduk di serambi luar masjid
bersama jamaah lain yang berada di luar, namun karena tertarik untuk lebih
dekat, akhirnya masuk ke dalam ruang utama bergabung dengan jamaah lain yang sudah
lebih dulu berada di dalam masjid.
Baca juga : Kajian Bada Subuh Ustadz H. dr. Agus Ali Fauzi The Power Of Happiness
Ustadznya berada di tengah depan imamah dengan meja kecil dan kitab yang dibaca diatas meja, sedangkan jamaah bersandar di dinding masjid mengelilingi ustadz dari kiri, depan dan kanan. Pengajian yang santai, dibawakan oleh ustadz dengan gaya yang santai sederhana dan didengarkan oleh para jamaah dengan santai bersandar di dinding. Pengajian disampaikan dengan bahasa jawa halus (kromo inggil) yang sesekali diselingi dengan bahasa Indonesia.
Pengajian dengan pengantar berbahasa jawa ini mengingatkan kembali memori kita di masa lampau sebelum berkembang teknologi secanggih sekarang. Belum ada handphone yang dapat memotret dan merekam pengajian. Bila mengaji harus berguru kepada guru ngaji dengan pergi ke surau, langgar atau masjid kampung yang jumlahnya tidak banyak.
Dulu, selain menggunakan bahasa jawa, belajar ngaji membaca Alquran dulu masih menggunakan ‘turutan’ dengan membaca alif, ba, ta, tsa, jim dan seterusnya. Belum ada metode iqro, wafa, qiraati, dan metode lainnya yang berkembang sekarang ini.
Baca juga : Kajian Bada Subuh Ustadz H. dr. Agus Ali Fauzi The Power Of Happiness
Ustadznya berada di tengah depan imamah dengan meja kecil dan kitab yang dibaca diatas meja, sedangkan jamaah bersandar di dinding masjid mengelilingi ustadz dari kiri, depan dan kanan. Pengajian yang santai, dibawakan oleh ustadz dengan gaya yang santai sederhana dan didengarkan oleh para jamaah dengan santai bersandar di dinding. Pengajian disampaikan dengan bahasa jawa halus (kromo inggil) yang sesekali diselingi dengan bahasa Indonesia.
Pengajian dengan pengantar berbahasa jawa ini mengingatkan kembali memori kita di masa lampau sebelum berkembang teknologi secanggih sekarang. Belum ada handphone yang dapat memotret dan merekam pengajian. Bila mengaji harus berguru kepada guru ngaji dengan pergi ke surau, langgar atau masjid kampung yang jumlahnya tidak banyak.
Dulu, selain menggunakan bahasa jawa, belajar ngaji membaca Alquran dulu masih menggunakan ‘turutan’ dengan membaca alif, ba, ta, tsa, jim dan seterusnya. Belum ada metode iqro, wafa, qiraati, dan metode lainnya yang berkembang sekarang ini.
Kembali ke pengajian berbahasa jawa di Masjid Hidayatullah, yang sempat saya dengar dari kajian yang disampaikan ustadz ketika sampai di masjid adalah :
1. Wasiat utawi dawuhe
kanjeng Nabi saw ingkang nomer setunggal inggih menika menjaga wudhu, tansah suci
saking hadast. Sunnah atau sabda Nabi saw yang pertama adalah menjaga wudhu,
selalu suci dari hadast. Bila buang air kecil, buang air besar atau
(maaf) kentut dan hal lainnya yang membatalkan wudhu, kita harus berwudhu lagi
untuk tetap suci dari hadast. Tidak harus menunggu sholat untuk selalu berwudhu.
Keutamaan berwudhu antara lain menghapus atau menggugurkan dosa dan kesalahan
dari anggota tubuh kita yang dibasuh dengan air wudhu, tanda pengenal ummat
kanjeng nabi saw pada hari kiamat nanti yang terlihat dari bekas wudhu, dan cahaya
yang terlihat dari anggota tubuh dari bekas wudhu.
2. Wasiat ingkang nomer
kale inggih menika ngucapaken salam setiap kepanggih kalian saudara utawi tiang termasuk sing mboten
kita kenal sekalipun. Sunnah yang kedua adalah mengucapkan salam setiap bertemu dengan saudara
atau orang termasuk kepada orang yang tidak kita kenal. Mengucapkan salam
adalah kebaikan dan kebaikan itu akan kembali kepada kita. Siapa yang sering mengucapkan salam kepada saudaranya, maka ia akan mendapatkan banyak kebaikan.
3. Wasiat selanjutnya
adalah mengucapkan salam ketika pertama kali memasuki rumah, meskipun rumah sedang
kosong, tidak ada penghuninya. Insyaa Allah salam kita pasti dijawab meskipun tidak
ada penghuninya. Sedikit bercanda ustadz berkata, “Niki mboten medeni
lho, wasiate memang ngeten.” Ini tidak menakut-nakuti karena sunnahnya memang
demikian.
4. Wasiat berikutnya adalah
sholat dhuha. Bagus, kalau mampu sholat dhuha 8 rakaat, kalau tidak mampu cukup
2 rakaat saja. Luwih sae kale rakaat sing penting terus tinimbang wolu rakaat
tapi seulan pisan. Lebih baik 2 rakaat tetapi terus menerus setiap hari
daripada 8 rakaat tapi sebulan sekali. Kalau bisa, sebelum berangkat kerja
biasakan untuk sholat dhuha 2 rakaat terlebih dulu.
Sebenarnya ustadz masih akan meneruskan kajiannya yang kemungkinan
berkaitan dengan keutamaan sholat dhuha atau sunnah kanjeng Nabi saw lainnya, namun sudah keburu masuk waktu isya sehingga
pengajian langsung diakhiri dan ditutup dengan doa.
Baca juga : Tipologi Masjid di Indonesia
Baca juga : Tipologi Masjid di Indonesia
Itulah sedikit point penting yang dapat saya catat dari kajian
berbahasa jawa di Masjid Hidayatullah, Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 39
Gresik.
Semoga bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Kajian bada maghrib berbahasa jawa di Masjid Hidayatullah, Gresik"
Posting Komentar